Biasanya bangun
tidur dapat senyuman hangat dari mama dan papa. Tapi, hari itu berubah menjadi
hari baru yang membuat seorang anak tidak nyaman dalam lingkungan keluarga.
Seorang anak segan berada di rumah, maunya keluyuran dan menggantungkan
hidupnya hanya bersama sebaya di kolong langit. Tanpa campur tangan kedua orang
tua. Seorang anak akan lebih senang berada di luar rumah, daripada di dalam
rumah, apalagi jika bertemu dengan orang tuanya. Broken home mungkin
sebutan untuk anak yang mengalami hal tersebut.
Perubahan
semakin hari, semakin terlihat aneh. Ada banyak perubahan perilaku pada seorang
anak yang broken home, misalnya awalnya si anak ceria dan selalu
bersemangat dalam menjalani hari- harinya, seketika berubah menjadi murung dan
tidak bersemangat dalam kesehariannya; biasanya si anak selalu dinomor satukan,
sketika menjadi yang terbelakang; awalnya si anak selalu berprestasi, seketika
menjadi drop drastic karena mengetahui permasalahan yang sedang dialami kedua
orangtuanya; si anak yang biasanya betah di rumah, seketika bisa berubah
menjadi anak yang nakal berangkat pagi- pulang pagi. Tetapi, orangtua tak
pernah menyadari hal tersebut, mereka hanya bertengkar- bertengkar dan
bertengkar. Saat mereka melihat gerak- gerik si anak, orang tua bertanya “kenapa
kamu baru pulang jam segini?” si anak menjawab,”iya, tadi habis main kerumah
teman, jadi pulangnya telat.” Tanggapan orang tua berbeda, si anak habis
ketimpalan dan dimarahi. Lalu ketika si anak mendapat nilai jelek, orangtua
dipanggil ke sekolah si anak, dan ditanya permasalahan kenapa nilai si anak
bisa menurun, orang tua hanya menjawab “mungkin anak saya kurang konsentrasi
belajarnya, bu” selalu kata tersebut yang diucapkan ketika dipanggil ke sekolah
si anak, saat orang tua bertanya kembali pada si anak, si anak hanya tersenyum,
padahal dalam hatinya hancur dan menangis. Tetapi, tak ada kata yang mampu si
anak ucapkan.
Ada banyak
peristiwa yang dialami seorang anak yang broken home. Tetapi, kewajiban dan
kebutuhan seorang anak tak pernah terhapus. Si anak tetap mempunyai kewajiban
untuk belajar, menghormati kedua orangtuanya, dan tetap ceria bagaimanapun
suasana hatinya. Sedangkan, kebutuhannya/ haknya harus tetap terpenuhi untuk si
anak yang diberikan seutuhnya oleh kedua orangtuanya. Hal ini memang sepele,
tetapi besar maknanya buat seorang anak, apalagi untuk seorang anak yang
mengalami hal tersebut. Semua anak yang mengalami broken home, cenderung
terbelakang segalanya. Friend, lo boleh sedih, lo boleh murung dan putus asa
tapi ingat untuk sekali saja lo boleh seperti itu, selebihnya lo harus bangkit
dan berjuang sendiri walaupun (maaf) tanpa campur tangan orang tua lo. Lo harus
buktikan kalo lo bisa lebih baik dalam keadaan lo yang sedang kalut tak
menentu, lo juga harus bisa menyatukan kedua orangtua lo yang keadaanya sedang
hancur. Lo harus bisa buktikan ke semua keluarga lo, kalo hubungan ortu dengan
lo dan sudara- saudara lo itu harmonis tanpa masalah seberat ini. Keep smile
buat kalian :)
Ada banyak cara
untuk menyatukan keharmonisan orangtua dan anak. Gampang- gampang susah sih,
tapi kalo dicoba nggak ada salahnya kok:
1.
Dekati
ibu saat dia sedang asyik dalam menikmati sejuknya suasana sore, berikan
kalimat menarik agar ibu tertarik sama kalimat yang diucapkan anaknya, jika ibu
tidak mendengarkan ucapan kalian, terus lakukan setiap hari insyaallah lambat
laun beliau mau menoleh kalian dan siap member tanggapan;
2.
Dekati
ayah saat sedang sibuk dalam pekerjaannya, lakukan hal yang sama;
3.
Berikan
hidangan manis yang bisa kamu sajikan dengan tanganmu sendiri, usahakan jangan
beli, suapkan saat ,mereka berdiam diri di ruang keluarga;
4.
Buat
lelucon agar keduanya bisa tertawa bersamaan, hingga malu sendiri;
5.
Hadiahkan
nilai- nilai sekolahmu untuk keduanya, agar bisa tersenyum saat mereka pulang
dari kantor;
6.
Cobalah
jadi anak yang mandiri, sehingga membuat mereka semakin penasaran atas
perubahan anaknya.
*Semoga
bermakna, terima kasih*
ALINKA-
JKT, 26.09.13’